Kau Nyatakan Perang!!

Aku adalah orang yang selalu percaya makna satu pepatah "Apa yang kau semai, itulah yang akan kau tuai". Apapun yang dapat disandingkan dengan pepatah tesebut, termasuk dalam menyakiti orang. Jika tak mau disakiti, maka jangan menyakiti. Berlaku juga untuk hal satu ini, jika kau disakiti, janganlah berusaha mencari celah untuk balik menyakiti, karena kau tidak akan jauh berbeda dengan orang yang menyakitimu, hanya saja kau keduluan disakiti.

Prinsip ini selalu aku tanamkan, khususnya untuk diriku sendiri. Jika orang lain melihat itu sebagai contoh yang baik, ya syukur, berarti tidak perlu berbuih mulutku untuk mengajak kekebaikan, cukup dengan representasi dalam sikap. Lain halnya jika prinsip seperti ini bukan dipandang sebagai kebaikan, tapi sebagai kelemahan dan keluguan yang bodoh.

Dulu, jauh sebelum aku belajar inti sari kehidupan itu apa, aku pernah terjerat dengan lingkar yang aku namai "Hukum timbal-balik", yang menjelaskan bahwa setiap perbuatan itu harus ada balasannya. Jika aku disakiti sekuku, maka aku akan balas menyakiti sekuku, tidak boleh kurang. Jika aku disakiti hingga menangis darah, maka aku pastikan orang itu juga akan merasakan apa yang aku rasakan. Seperti itulah, balas-membalas berharap luka dapat sembuh.

Semakin tambah usia, berkurang umurku, dewasa dan bijaksana aku dambakan. Hukum Timbal-Balik itu tidak aku pakai lagi. Aku benci monster, lantas kenapa aku harus jadi monster juga untuk membunuh monster? Pertanyaan ini selalu menamparku. Bagaimana orang menjadi baik, jika ia tidak mengikuti jalan kebaikan? Jawablah pertanyaan ini, maka akan aku bantu menuliskannya. Mustahil orang itu baik, sedangkan jalan hidupnya bukan dengan kebaikan. Kebaikan itu tidak membutuhkan alasan klise manusia. Dia akan tetap menjadi kebaikan di tengah kemunafikan. Dia akan selalu terlihat bagaimanapun pintarnya manusia menutupinya. Karena kebaikan itu adalah Ruh, yang akan selalu hidup dan bersinar. Lantas bagaimana caramu menyembunyikannya di kegelapan? Justru ia akan makin benderang. Tanyalah hatimu! Saat kau membenarkan kesalahanmu, siapa yang pertama kali membantahnya? Nuranimu! Ia-lah sumber kebaikan yang tak terbantahkan itu.

Aku dalam kegalauan saat ini. Ini masih berhubungan dengan tulisan di atas. Cerita antara Aku, Kamu dan Dia. Aku mempunyai rasa takut yang luar biasa membuatku takut. Rasa takut yang tidak kumengerti keberadaannya. Namun inti dari ketakutanku adalah ketidaksanggupanku menerima dirimu disakiti. Hanya itu, siapapun itu yang menyakitimu, aku, dia atau dirimu sendiri.
 
Namun usahaku mengenyahkan rasa takut ini  terbilang percuma. Kenapa tidak, itu  terjadi saat kamu  menyatakan PERANG!! Yap, benar sekali, dirimu menyatakan perang. Bukan denganku, sayangku. Tapi dia, laki-laki di sampingmu. Ahh aku tidak sangka kamu akan senekad itu. Tidak habis pikirku darimana ide sinting itu kau dapatkan.

Kau berteriak kepadanya ...
     "I'm not normal..."
     "I'm interested in women than men.."
     "I Can't love you.."
     "I can't live with all of these.."
     "I want a divorce.."

Kata-kata itu keluar dari mulutmu. Seperti peluru keluar dari selongsongnya, menghujam hingga berdarah.
Haah apa yang tengah terjadi pada kalian aku tidak mengerti. Tidak ada rasa kagum, pengertian, penghormatan, sayang dan cinta lagi di sana. Di perahu kecil kalian. Perahu kecil yang aku restui pelayarannya meniti liku kerumitan kehidupan menuju negeri impian. Mengertikah dirimu sekarang sayang? Betapa besar luka yang kau torehkan, sayang.. Untuknya, untukmu dan untukku. Bisa saja dirimu mengelak semua itu untuk kejujuran yang selama ini tertahan. Aku tidak menyalahkanmu, sayang. Aku tau betapa sulitnya kehidupan yang kau jalani sekarang, kehidupan yang sebenarnya tidak kau inginkan. Aku tidak menyalahkanmu. Hanya saja hati dan pikiranku kembali tak selaras lagi. Ada penyangkalan dariku untuk sikapmu yang satu ini. Bagaimana tidak, semua ini bertentangan dengan nasihatku padamu. Kau tidak mengindahkannya.

Pengakuanmu adalah boomerang, sayangku, yang akan menyerangmu balik dan aku takut kau akan terluka. Penyataan perangmu sungguh tidak bijak kali ini, sayang. Perangmu ini adalah saling membunuh, berdarah, mati, kehilangan, tertindas, air mata dan putus asa.

Kembali lagi pada Hukum Timbal-Balik. Jawablah apa akibat yang timbul setelah itu? Aku akan bantu kembali menuliskannya. Kau yang jawab, aku yang menuliskan. Merasa ditipu dan dicurangi. Itu pasti yang dirasakannya. Betapa selama ini rapat kau tutupi dan kau hempaskan dia dengan sekali bicara. Ironis memang, mengetahui pahitnya kejujuran.

Penyesalan. Aku katakan bukan penyesalan mengenalmu, tapi penyesalannya tidak bisa mendapatkan hatimu. Sakitnya buah pengakuan. Mengetahui hatimu bukan untuknya, tapi untukku. Dia bukan orang bodoh. Mudah baginya untuk menebak siapa dambaan hatimu. Karena terlihat jelas di matamu saat dekat denganku. Dan aku katakan, aku tidak takut dengan kepintarannya itu. Justru kelegaan bagiku, tidak perlu mulutku bekerja merangkai kata hanya untuk sebuah pembuktian pengakuanmu. Tapi sayangku, sekali lagi kukatakan hati dan pikiranku tidak selaras lagi.

Bukan kebebasan yang akan kau dapatkan, sayang.. Bukan juga rasa bangga dan bahagia. Renungkanlah kembali. Berdalih mendustai kebaikan untuk kejujuran versimu, sekarang siapa yang tersakiti? Kamu, Dia dan Aku. Kita. Bijaksana dalam menempatkan ego itu yang harus selalu kita pelajari, sayang. Landaskanlah harapan dan keyakinan pada setiap sikap baik kita. Berikanlah sentuhan jiwa pada setiap pengorbananmu. Lantunkanlah ayat-ayat cinta dalam setiap pengabdianmu. Inilah yang aku maksud, Hukum Timbal-Balik itu tidak berlaku lagi. Menghadapi monster tidak harus menjadi monster. Jadilah malaikat untukku, untuknya dan untukmu.

Sekarang bagaimana caramu mendamaikan perang yang sudah kau mulai?? Jawablah, maka akan aku bantu menuliskan...

1 Response to "Kau Nyatakan Perang!!"

  1. Unknown says:
    5 April 2014 pukul 13.51

    My Dear,
    Saat baca ulang tulisan ini, hatiku koq terluka ya? Ada yang menusuk hatiku. Maaf tidak seharusnya aku menghakimimu dengan teoriku. Maaf untuk ego prinsip ga jelas ini melukaimu. Maaf, aku minta maaf sayang. Biarlah tulisan ini abadi, sebagai bukti kebodohanku, yang akan kusesali selamanya..

    ~Rin

Posting Komentar

Be nice. No spam