Kado Ulang Tahun Untuk'ku'

Pada Suatu Malam
Oleh :  Sapardi Djoko Damono

ia  pun berjalan ke barat, selamat malam, solo,
katanya sambil menunduk.
seperti didengarnya sendiri suara sepatunya
satu persatu.
barangkali lampu-lampu ini masih menyala buatku, pikirnya.
kemudian gambar-gambar yang kabur dalam cahaya,
hampir-hampir tak ia kenal lagi dirinya, menengadah
kemudian sambil menarik nafas panjang
ia sendiri saja, sahut menyahut dengan malam,
sedang dibayangkannya sebuah kapal di tengah lautan
yang memberontak terhadap kesunyian.

sunyi adalah minuman keras, beberapa orang membawa perempuan
beberapa orang bergerombol, dan satu-dua orang
menyindir diri sendiri; kadang memang tak ada lelucon lain.
barangkali sejuta mata itu memandang ke arahku, pikirnya.
ia  pun berjalan ke barat, merapat ke masa lampau.

selamat malam, gereja, hei kaukah anak kecil
yang dahulu duduk menangis di depan pintuku itu?
ia ingat kawan-kawannya pada suatu hari natal
dalam gereja itu, dengan pakaian serba baru,
bernyanyi; dan ia di luar pintu. ia pernah ingin sekali
bertemu yesus, tapi ayahnya bilang
yesus itu anak jadah.
ia tak pernah tahu apakah ia pernah sungguh-sungguh mencintai ayahnya.

barangkali malam ini yesus mencariku, pikirnya.
tapi ia belum pernah berjanji kepada siapa  pun
untuk menemui atau ditemui;
ia benci kepada setiap kepercayaan yang dipermainkan.
ia berjalan sendiri di antara orang ramai.
seperti didengarnya seorang anak berdoa; ia tak pernah diajar berdoa.
ia  pun suatu saat ingin meloloskan dirinya ke dalam doa,
tapi tak pernah mengetahui
awal dan akhir sebuah doa; ia tak pernah tahu kenapa
barangkali seluruh hidupku adalah sebuah doa yang panjang.

katanya sendiri; ia merasa seperti tenteram
dengan jawabannya sendiri:
ia adalah doa yang panjang.
pagi tadi ia bertemu seseorang, ia sudah lupa namanya,
lupa wajahnya: berdoa sambil berjalan…
ia ingin berdoa malam ini, tapi tak bisa mengakhiri,
tak bisa menemukan kata penghabisan.

ia selalu merasa sakit dan malu setiap kali berpikir
tentang dosa; ia selalu akan pingsan
kalau berpikir tentang mati dan hidup abadi.
barangkali tuhan seperti kepala sekolah, pikirnya
ketika dulu ia masih di sekolah rendah. barangkali tuhan
akan mengeluarkan dan menghukum murid yang nakal,
membiarkannya bergelandangan dimakan iblis.
barangkali tuhan sedang mengawasi aku dengan curiga,
pikirnya malam ini, mengawasi seorang yang selalu gagal berdoa.

apakah ia juga pernah berdosa, tanyanya ketika berpapasan
dengan seorang perempuan. perempuan itu setangkai bunga;
apakah ia juga pernah bertemu yesus, atau barangkali
pernah juga dikeluarkan dari sekolahnya dulu.
selamat malam, langit, apa kabar selama ini?
barangkali bintang-bintang masih berkedip buatku, pikirnya…
ia pernah membenci langit dahulu,
ketika musim kapal terbang seperti burung
menukik: dan kemudian ledakan-ledakan
(saat itu pulalah terdengar olehnya ibunya berdoa
dan terbawa pula namanya sendiri)
kadang ia ingin ke langit, kadang ia ingin mengembara saja
ke tanah-tanah yang jauh; pada suatu saat yang dingin
ia ingin lekas kawin, membangun tempat tinggal.

ia pernah merasa seperti si pandir menghadapi
angka-angka…ia  pun tak berani memandang dirinya sendiri
ketika pada akhirnya tak ditemukannya kuncinya.
pada suatu saat seorang gadis adalah bunga,
tetapi di lain saat menjelma sejumlah angka
yang sulit. ah, ia tak berani berkhayal tentang biara.

ia takut membayangkan dirinya sendiri, ia  pun ingin lolos
dari lampu-lampu dan suara-suara malam hari,
dan melepaskan genggamannya dari kenyataan;
tetapi disaksikannya: berjuta orang sedang berdoa,
para pengungsi yang bergerak ke kerajaan tuhan,
orang-orang sakit, orang-orang penjara,
dan barisan panjang orang gila.
ia terkejut dan berhenti,
lonceng kota berguncang seperti sedia kala
rekaman senandung duka nestapa.

seorang perempuan tertawa ngeri di depannya, menawarkan sesuatu.
ia menolaknya.
ia tak tahu kenapa mesti menolaknya.
barangkali karena wajah perempuan itu mengingatkannya
kepada sebuah selokan, penuh dengan cacing;
barangkali karena mulut perempuan itu
menyerupai penyakit lepra; barangkali karena matanya
seperti gula-gula yang dikerumuni beratus semut.
dan ia telah menolaknya, ia bersyukur untuk itu.
kepada siapa gerangan tuhan berpihak, gerutunya.
ia menyaksikan orang-orang berjalan, seperti dirinya, sendiri
atau membawa perempuan, atau bergerombol,
wajah-wajah yang belum ia kenal dan sudah ia kenal,
wajah-wajah yang ia lupakan dan ia ingat sepanjang zaman,
wajah-wajah yang ia cinta dan ia kutuk.
semua sama saja.
barangkali mereka mengangguk padaku, pikirnya;
barangkali mereka melambaikan tangan padaku setelah lama berpisah
atau setelah terlampau sering bertemu. ia berjalan ke barat.

selamat malam. ia mengangguk, entah kepada siapa;
barangkali kepada dirinya sendiri. barangkali hidup adalah doa yang panjang,
dan sunyi adalah minuman keras.
ia merasa tuhan sedang memandangnya dengan curiga;
ia  pun bergegas.
barangkali hidup adalah doa yang….
barangkali sunyi adalah….
barangkali tuhan sedang menyaksikannya berjalan ke barat

1964


Perempuan 'Lemah'-'Lembut'

Lemah atau lembut?
Lemah karena kelembutannya?
Menjadi lembut karena ia lemah?

(Berbagai presepsi : ))

Perempuan itu fleksibel dalam kehidupan. Ia mampu menjadi sekeras batu. Sekuat baja. Selembut krim. Sesejuk embun. Sesangar matahari. Sedingin malam. Sehangat mentari pagi. Ia seperti mawar berduri.
Lemah-lembut bukan berarti ia lemah.
Tapi kekuatan seorang perempuan justru karena sikap lemah lembutnya.

So girls, berbanggalah karena engkau 'perempuan'

Penyu Kecil

Ponakanku punya peliharaan, yaitu seekor penyu kecil. Memang kecil, ukurannya tidak lebih dari telapak tangan bayi yang baru lahir. Penyu itu "dikandangkan" di aquarium 15 x 7 cm. Teramat kecil, ya. Di dalam aquarium kecil itu terdapat sebuah batu dan tinggi air tidak lebih dua ruas jari. Maksud hati itu batu itu sebagai tempat bermain si penyu biar tidak terlalu sepi di "kandangnya" yang kecil.

Perawatannya tidak rumit. Cukup diganti airnya satu kali sehari. Sedangkan makanan penyu itu sayuran berdaun hijau, seperti sawi dan jika makanannya habis tambahkan lagi. Tidak terasa penyu itu sudah cukup lama tinggal di "kandang" kecilnya. Seingatku 8 bulan sejak mendapatkannya di pasar malam. Ternyata penyu kecil itu telah tumbuh menjadi penyu berbuntut 1,3 cm. Badanpun lebih tegap meyakinkan.Timbul keinginan untuk mengganti "kandang" kecilnya dengan ukuran yang lebih besar. Tapi nanti saja kalau ada kesempatan hunting-hunting lagi di pasar malam.

Pagi di hari ini, saat aku membersihkan "kandang" kecilnya, aku cemplungin penyu itu di baskom besar (cukup menampung bayi mandi di sana) dengan air hampir penuh. Aku berfikiran si penyu akan berenang sesuka hati dalam baskom itu. Bermanuver layaknya adegan Nerissa, mentor Pi dalam film The Reef. Membayangkannya saja membuatku dag dig deg. Namun apa yang terjadi?? Si penyu hanya diam saja di dasar baskom, dengan kepala dan kakinya masuk ke dalam cangkang. Walaah kenapa ini, matikah ia?? Aku panik, cukup lama penyu itu hanya diam, mungkin ada sepuluh menit.

Termangu aku mengamatinya, harap-harap cemas. Ingin rasanya mengangkat penyu itu keluar, tapi tanganku tertahan. Belum waktunya batinku. Dia bergerak, kepalanya keluar dari cangkang itu. Kakinya mengayuh. Aku tersenyum. Satu,..dua,..tiga, empat,.. hanya empat kayuhan penyu itu mendarat lagi. Adegan itu terus berulang. Tidak sampai hati aku melihatnya, pencapaian paling tinggi hanya lima kayuhan. Tidak lama kemudian penyu itu menyerah. Ia diam seperti semula. Aku panik lagi.

Ku ambil sehelai daun sawi, ku masukkan ke baskom tadi. Berharap keajaiban lain. Ternyata benar, penyu itu bergerak lagi. kali ini lebih bertenaga dari sebelumnya. Hatiku bergemuruh, ingin bersorak berteriak menyemangati penyu itu.. tapi aku tahan. Si penyu berhasil mencapai permukaan, mendekati daun sawi, hanya satu detik ia merosot lagi ke dasar. Aduuh.. hatiku meringis. Penyu kembali mencoba, sama seperti sebelumnya adegan itu berulang-ulang. Lagi, lagi dan lagi. Tapi anehnya ia tidak diam lagi, malah berputar mengitari seluruh dasar baskom, sesekali mengayuhkan kakinya ke atas dan meluncur ke bawah. Seru..

Aku masih berkutat di depan baskom. Tidak mau beranjak. Tidak mau kehilangan momen terhadap si penyu barang sedetikpun. Hanya beberapa menit setelah adegan berputar-putar, penyu kembali menggapai permukaan. Jauh lebih gesit dan mapan. Luar biasa. Sungguh aku hanya bisa melongo menyaksikan. Penyu berhasil mematok daun itu untuk pertama kalinya. Ia berhasil !! Aku bernafas lega. Seperti menyaksikan laga Pi si ikan kecil vs Troy si hiu ganas. Saat Pi berhasil meremukkan Troy, betapa leganya hati Cordelia, kekasih Pi. Itu juga yang aku rasakan, perasaan membuncah dan bangga pada penyu kecil. Sekarang, penyu sudah bisa berlagak, ia bisa berpijak di daunan itu menikmati dengan santai makanannya, dan tidak pernah tenggelam lagi.

Penyu itu mengajarkan untuk tidak kenal menyerah mendapatkan kebebasan. Kebebasan yang memerdekakannya dari ketidakmampuan dan ketidakberdayaan. Mencoba. Gagal. Mencoba lagi. Gagal lagi. Coba coba coba dan coba lagi. Kegigihan itu menjadikannya lebih matang dan dewasa. Penyu itu membuktikan ia mampu bertarung dengan dirinya sendiri. Mampu menggali potensinya yang tidak pernah nampak sewaktu ia masih dalam "kandang" kecil. Keluar dari zona nyaman memang bukan perkara mudah. Tapi saat mendapati pencapaian di tangan, sungguh luar biasa sensasinya. Great!!!

Bagaimana jika penyu itu adalah aku? Kala di suatu kondisi aku ditempatkan pada lingkungan baru, jelas sama sekali berbeda dengan "kandang"ku yang nyaman. Aku bertanya pada diri ini, mampukah aku seperti penyu kecil itu? Ah, sungguh pelajaran berharga di pagi hari ini. Subhanallah...Segala puji bagi Allah yang tidak menciptakan sesuatu apapun di dunia ini kecuali untuk pembelajaran bagi manusia.




Kegilaan Benar-Benar Gila

Pernah merasa jadi orang gila??
Tidak apa-apa, jujur saja mengakuinya. Bukan untuk ditertawakan. Karena sebenarnya aku sudah puas tertawa hari ini. Apa yang aku tertawakan? Banyak hal. Bermacam kejadian yang ga lucupun, terlihat lucu bagiku. Ini termasuk penyakit gila.

Nah, bagaimana jika kebalikan yang aku tulis di atas terjadi padamu? bukan tertawa, tapi nelangsa seharian atau beberapa hari. Kamu pernah mengalaminya juga? Ohh baguslah. Itu artinya warna hidupmu kian bertambah. Tak mengapa menjadi gila, haha justru di sana letak pesona hidup. Kamu mengalami kegilaan yang pada dasarnya kamu tidak mengakui terjangkit penyakit gila. Ini penyakit gila lainnya, hmm..

Apa sih yang membuatmu menjadi gila? Apa karena sang kekasih mencampakkanmu? atau karena rumahmu kerampokan, sehingga raib semua harta bendamu? atau sesuatu itu misteri yang menghantui tidurmu, semacam teror mimpi mungkin? atau anganmu terlalu melayang panjang hingga talimu tak menjangkau? Jawab sendiri ja deh..

Penyakit gila yang menderaku kali ini (terlalu sering gila) tidak jauh berbeda dengan penyebab gilaku sebelum-sebelumnya (kambuh). Terlalu sering kambuh! ya ampuun.. barangkali dokternya kurang pinter kali ya.. Sebenarnya aku berobat otodidak (kayak belajar ja, otodidak) hehee.. Makanya penyakitnya ga sembuh-sembuh, alias sering kambuh. Kasian deh aku.. Aku, sepertinya terlalu sensitif dengan pernyataan "maaf" atau "lupakan saja, toh aku bukan siapa-siapa" atau "aku hanya jadi pengganggu saja" dari seseorang yang sangat berarti buatku. Mendengar kata-kata itu aku merasa seperti telah melakukan kesalahan yang sangat fatal. Merasa seperti orang bodoh. Bagaimana tidak, melukai perasaan orang yang kamu sayangi bukanlah hal yang bagus untuk jiwa. Kamu bahkan tidak lagi merasa jadi hero buat hatinya, tapi jadi monster!

Kala kita menjadi pendosa, dan menyadari dengan sadar kalau kamu pendosa, kejadian selanjutnya tidak heran lagi, kamu menjadi nelangsa. Minta pengampunan, tapi tak terucap. Hanya berkutat pada kutukan dan makian pada diri sendiri. Aku bertanya pada yang terkasih, yang hatinya telah aku lukai. "Sejak kapan perasaan seperti itu ada?" Aku sangat menginginkan jawabannya. Tapi hanya pengelakan yang aku dapat. Bertambahlah nelangsa itu menghantuiku. Bukan berarti aku tidak cukup peka. Aku menyadari ada satu poin yang terlanjur aku buat hingga perasaan "menjadi tak berarti" bersarang dalam hatinya. Ah, penyesalan memang selalu datang belakangan.

Bermaksud untuk menebus semua itu, aku malah terhanyut dengan kegilaan yang aku ciptakan. Semakin dalam aku hanyut, semakin kuat ruam negatif menyelimutiku. Semuanya kena imbas. Gurauan di rumah hiilang. Sosialisasi ditutup, tidak keluar rumah seharian. Twitter mati. Awahita mati. Semuanya terasa memuakkan. Yang paling bodohnya, timbul keinginan kabur saja ke luar kota, tanpa ada yang mengenal, tanpa ada yang dikenal, hanya ada aku dan kebodohanku. Kegilaan benar-benar gila.

Lantas, kapan semua itu menjadi normal? Saat aku tak sanggup lagi mengacuhkan sang pujaan hati. Saat aku terlalu rindu menjamah awahita.Saat aku kangen menggelitik si kecil. Saat aku menyadari tidak ingin lagi menambah luka di hatinya. Maafin aku :(

"Hanya masalah sepele seperti ini seorang Rin bisa jadi gila?" Kumohon, jika pertanyaan itu sempat terlintas di pikiranmu, aku harap simpan saja, jangan diucapkan..

Aku Dan Cinta



Aku memaknai cinta dengan versiku sendiri. Dengan penalaranku sendiri. Dengan pengetahuan dan pengalaman yang minim aku berani membuat defenisi tentang cinta. Mungkin cinta itu juga mencemooh kekerdilan pemikiranku. "Hei, anak manusia, beraninya kamu menilaiku semaumu."

Hahaha.. Apa hendak dikata, dewi cinta.. Aku hanya seorang Rin. Aku bukan Shakespeare, yang dengan untaian puisinya merangkaimu bak belati dan permata. Baginya cinta suatu kegilaan, semacam candu opium yang memabukkan. Juga suatu keajaiban dan anugrah yang tak ternilai harganya.

Aku tau, membicarakanmu tidak ada habisnya. Berbagai alasan dan suasana bisa saja disangkut-pautkan padamu. Kadang kamu diagung-agungkan, layaknya raja atau malaikat baik hati atau semacamnya. Ada kalanya kamu dihujat, seperti penjahat yang pantas dihukum seberat-beratnya. Terkadang kamu dianggap sampah, habis manis kamu dibuang saja. Tergantung hati merasa, hah..

Hei..siapa yang egois sebenarnya? Bukan kamu, cinta. Aku juga tidak mau kamu bilang egois. Jujur saja aku katakan padamu, cinta, Aku sebenarnya juga belajar dari Shakespeare itu, karena aku iri padanya. Bukan hanya iri, tapi aku rasa dia terlalu sombong, seolah hanya dia yang tau akan dirimu, ah aku tidak suka itu. Aku ingin kamu juga memperhitungkanku.  Selain itu, cinta..aku juga belajar dari Lakhsmi. Kamu tau siapa Lakhsmi? dia adalah tokoh favoritku di alam maya.

Biar aku ceritakan sedikit tentang Lakhsmi ini. Dengarkan baik-baik. Terlepas kamu suka atau tidak, ini hanya pendapatku saja. Kata Lakhsmi :

"Cinta itu memberi nafas bagi yang sedang sekarat, bukan mencekik kehidupan. Cinta yang membebaskan adalah cinta yang paling indah. Cinta sejati tidak akan pernah rela mengikat orang yang kau cintai. Cinta itu terlalu mulia untuk diinjak di tanah”. SepociKopi
Lakhsmi itu orang yang fleksibel, pemikirannya tentang kamu bisa dipandang dari sudut mana saja. Ia bukan orang jahat, yang menilaimu seenak jidat. Ia termasuk orang yang mengagungkanmu, tidak akan pernah ia menghujatmu. Ia hanya seorang yang lelah pada jiwa-jiwa labil, para “pemeran” yang sering termehek-mehek karena merasa tersakiti olehmu. Ia hanya tidak suka itu, tapi aneh, dia tetap peduli pada jiwa-jiwa labil itu.. Hmm manusia berhati malaikat aku rasa.

Cinta, aku bukan ingin menjadi Shakespeare atau Lakhsmi, atau siapapun pemujamu. Aku hanya memperkenalkan diriku saja, sebagai aku, Rin. Aku mendefinisikanmu sebagai sesuatu yang tak dapat aku defenisikan. Dan segala hal yang membuat tak terdefenisi itu indah atau menyakitkan, itu hanya hiasannya saja. Hiasan itu dianggap penting atau tidak tergantung hati yang merasa. 

Hingga saat ini aku masih ragu, benarkah cinta itu tak terdefenisi? atau hanya aku yang terlalu tidak berani?




~Rin
 

Kamu Rinduku

Dear Awahita,

Siksaan itu tak terbantahkan, kamu tau.
Aku merindukannya, teramat sangat merindu.
Tidak hanya pada sunyi malam kerinduan itu mengalir dalam darahku.
Ia tidak mengenal waktu. Saat mentari menari, saat keramaian tak lagi sunyi,
saat canda tawa berkelakar, setiap detik kerinduan itu menggelayutiku.

Kamu tau awahita, puncak kerinduan itu bagaimana?
Saat aku terlelap dalam malam,
mimpi buruk pun menghantuiku, merusak tidurku.
Debaran jantung mengalahkan otakku. Gelisah.
Air mataku tak terbendungkan lagi.


~Rin 

Apel Itu "Enak"..

An apple a day keeps the doctor away. Mengkonsumsi apel setiap hari sangat baik untuk kesehatan tubuh. Apa saja sih manfaat buah apel ini?



Yuk kita intip.. Buah apel itu :
1.      Bermanfaat menjauhkan dari berbagai penyakit, seperti kanker, jantung, stroke, menurunkan kadar kolesterol jahat, keluhan sembelit dan diare. Terbukti karena buah apel mengandung zat flavonoid (antioksidan) yang lebih banyak dibanding buah lain. Disarankan jangan membuang kulitnya, karena kulit apel mengandung zat fitokimia (fitonutrien) yang berperan aktif mencegah penyakit.

2.      Menurunkan berat badan dan membuat kamu lebih cantik. Apel merupakan sumber serat yang baik untuk pencernaan dan efektif menurunkan berat badan. Bagus sekali buat yang menjalankan program diet. Kandungan boron (pemelihara tulang) dalam apel juga dapat mempertahankan kadar hormon estrogen saat menopause.

3.      Menjaga kesehatan gigi. Karena apel mengandung tanin, yaitu pencegah kerusakan gigi periodontal yang disebabkan bakteri pembentuk plak.

4.      Mengkonsumsi buah apel dapat meningkatkan stamina dan kekebalan tubuh, sehingga dapat melawan serangan virus, terutama flu.

Banyak juga ya manfaatnya. Jadi, mulai sekarang tidak ada salahnya untuk memasukkan buah apel dalam daftar menu harian kamu.  (^_^)



           



Hand Trauma

Mutz, waktu aku berobat ke dokter karena demam dan jari tangan yang nyeri minta ampun (seperti kejepit pintuu) ini, tau ga dokternya bilang apa soal jariku? Katanya "kamu kena penyakit trauma kerja"
Sepertinya aku salah dengar deh say.. Ku tanyakan lagi apa yang kudengar. "apa dok, penyakit trauma kerja?"

Setelah menebus resep dan aneka macam "racun warni warna" itu sudah kudapatkan, aku pulang. Di perjalanan otakku dipenuhi pertanyaan "apaan sih penyakit trauma kerja? perasaan pekerjaanku ga serem-serem amat deh, biasa aja.." Pertanyaan itu menggelitik hatiku, geli.

Aku penasaran mutz, untung mbah google cukup membantuku. Dengan mengetikkan kata kunci "trauma kerja", aku tidak menemukan hasil yang memuaskan. Berlanjut "trauma nyeri tangan",,taraaa ketemu. Di sana tertulis "Hand Trauma". Klik di sini deh. Mungkin ini maksud dokter tadi.

Baca baca baca.. Tau ga, keningku berkerut.. Kesimpulan yang aku dapat, Hand trauma itu semacam rasa sakit/nyeri/kaku pada tangan. Untuk kasusku kali ini kemungkinan karena aktivitas mengetikku, di keyboard Hp ataupun laptop :). Keluhan semacam ini keren deh say namanya "Carpal tunnel syndrome atau sindrom terowongan karpal". Hehee..

Ga taulah, yang namanya penyakit datang siapa yang bisa menolak. Berjuta orang di dunia ini melakukan aktivitas yang hampir sama denganku, toh mereka enjoy-enjoy aja. Mungkin rasa nyeri itu juga menghampiri mereka, siapa tau. Tapi yang terpenting adalah bagaimanapun resiko yang harus dihadapi untuk sebuah kesenangan tetap sikapi dengan rasa suka cita, hahaaha.. :D
Benarkan Mutz?

*Pijit dunk (^_^)



Titik Balik = I Quit!!




Sebenarnya apa sih yang dimaksud titik balik dalam hidup? Teman, pernah ga kamu mengalaminya? Bagi yang memahami artinya, pasti menjawab PERNAH. Banyak pendapat mengenai defenisi titik balik ini. Ada yang mengatakan bahwa titik balik itu adalah peristiwa penting dalam hidup seseorang yang dapat mengubah hidupnya. Bangkit dari keterpurukan,  keluar dari zona aman dan lebih mampu menghadapi masalah.

Teman, kita lebih suka menjalani hidup seperti air mengalir. Semua akan terlihat seperti seharusnya, kala kita tidak berusaha untuk melawan arus. Semua akan terasa lebih mudah jika ikut dalam pusaran arus itu, nyaman dan tidak menyakitkan. Lalu pertanyaan lain bermunculan. Lalu bagaimana mengenali fase titik balik itu?
Jujur teman, aku baru saja mengalami yang namanya fase titik balik. Entah itu benar atau tidak, tapi aku berkeyakinan aku mengalaminya. Aku kisahkan sedikit muasal kejadiannya.

Masuk Juni bulan depan, genap satu tahun aku menetap di Jakarta. Mendapat pekerjaan pertama di penghujung Juli. Menggembirakan? Entahlah, perasaan seperti itu tidak ada kurasakan. Datar saja. Biasa saja. Atau mungkin jenis pekerjaan itu yang terlalu biasa untukku? Bisa jadi. Jalani saja, nyari kerja di Jakarta susah, masa disia-siain.. kalimat-kalimat sejenis itu sering mendarat di kupingku. Aku jalani. Pekerjaan yang menurutku paling membosankan, inilah dia. Tidak ada tantangan. Tidak ada yang semacam setruman yang menggila dalam pekerjaan itu, tidak ada hal baru, ilmu baru..terlalu boring.

Itu hanya pendapatku. Tidak bagi kebanyakan teman-temanku. Mereka merasa nyaman dengan yang mereka lakukan. Tidak ada tekanan, tidak perlu menguras otak, tinggal bekerja dengan baik saja itu sudah cukup. Dan kamu akan mendapat bayaran untuk sikap baik itu. Lantas bagaimana denganku? Aku, mungkin akulah yang paling tidak disukai manajemen. Sikap pembangkang, suka seenaknya sendiri, tidak beretika, tidak bisa menghargai orang lain, aahh.. kata-kata itu secara langsung ataupun tidak langsung ditujukan untukku. Bagaimana ini? Aku, yang menurut aku selalu berusaha untuk melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, kenapa dicap seperti “penjahat kerja”? hehe..(ga tau diri aku ini).

Seperti itulah. Bulan berganti, penghujung tahunpun datang. Akhir tahun, biasa dijadikan kebanyakan orang untuk me-review perjalanan panjang di belakang. Tujuannya hanya satu, sejauh mana sih pencapaian dalam hidup? Buruk, standar, datar, atau mengalami kepesatan? Tak terkecuali aku. Berbagai pertanyaan personal menghantuiku. Apa yang telah aku lakukan untuk hidupku hampir setahun ini? Kenapa rasanya begitu-begitu saja? Jika tidak menginginkan semua ini, lantas kenapa aku masih berpijak padanya? Kenapa belenggu kenyamanan itu juga begitu mengikatku? Kenapa aku tidak mampu untuk melangkahkan kakiku ke tempat lain? Seperti itulah.. Aku seperti orang gila di tengah kewarasan yang mendominasi.

Tik tik tik tik.. Detak jarum jam bergema di kamarku malam itu. Insomnia melanda.  Di tengah kegalauan tak terperi, bukan soal percintaan dengan partner, tapi aku dengan pekerjaanku. Aneh, kami tidak pernah romantis dan tidak akur, padahal sudah hidup bersama hampir setahun lamanya, hehee.. Aku harus memutuskanmu, pikirku kala itu. Tidak mungkin hidup bersama jika aku tidak punya cinta di hati. Semua terasa berat untuk dijalani.. Kamu harus aku putusin!. Kamu selalu mengejekku. Kenapa sih? (Dialog diri, menunjukkan tingkat kewarasan digaris bawah).

Akhirnya aku mengerti kenapa kamu selalu mengejekku. Ternyata kamu lebih cerdas diluar perkiraanku. Selama ini kamu berusaha menunjukkan padaku bahwa akulah yang tidak cerdas, aku tidak punya apa-apa untuk bisa berbuat lebih, aku hanya sumberdaya murahan, aku lebih suka mengkritik tapi tidak mau dikritik, aku bermental kerupuk, aku bahkan lebih buruk dibanding teman-temanku yang setia padamu, aku hanya pendongkol kelas teri, aku pemimpi tak tau diri, aku…STOP!!! (ga enak banget rasanya dihina seperti ini). Sebenarnya proses pemahaman diri ini aku dapatkan saat bertemu dengan SepociKopi. Saat menyingkap ada apa di balik kopi-nya, aku menemukan kebodohanku di sana. Betapa kerdilnya aku. Baru aku menemukan orang-orang hebat di meja kopi itu. Mereka para perempuan luar biasa. Tangguh, cerdas, baik, punya visi lengkap dengan misinya, dan mereka semua berkarakter. Mereka berbanding 180° denganku. Ah, malunya aku terhadap diri ini. Aku merasa got depan kosanku saat itu adalah tempat bersembunyi yang paling cocok.

Inilah asal mulanya teman. Aku harus berubah!!. Kalimat itu berusaha aku teriakkan pada diriku setiap saat. Hal pertama yang aku lakukan adalah bertanya kembali pada diriku, apa yang kamu inginkan kawan? Hmm tidak mudah menemukan jawabannya, teman. Semua terlalu ngambang dan tidak terarah. Pencarian itu ternyata hal tersulit dalam hidupku. Lucunya, kenapa menjadi sulit sekali  menjawab apa yang aku inginkan? Hah..

Satu per satu potongan jawaban itu berhasil aku kumpulkan menjadi satu keinginan. Hei kamu yang suka mengejekku, mau tau apa keinginanku itu? Dengarkan baik-baik ya.. Aku ingin punya pekerjaan yang aku maknai bahwa dalam pekerjaan itu akan menggambarkan aku yang seharusnya. Bukan hoby kawan, bukan. Loyal terhadap pekerjaan, orientasi kinerja, mendebarkan, tidak menjemukan seperti kamu hehe.. Pekerjaan itu adalah hidup kita. Hidup kita adalah pekerjaan itu sendiri. Bagaimana pekerjaan itu mampu memberikan kita ruang untuk menjadi pribadi tangguh dan berkarakter, itulah yang kita cari. Bagaimana kita mampu menjadikan pekerjaan itu sebagai hidup kita, itulah yang kita pelajari. Memang benar, apapun pekerjaan yang kita jalani yang terpenting itu adalah memberikan yang terbaik yang kita punya. Namun, ada hal yang harus kita ingat, pekerjaan seperti apa itu? Pekerjaan seperti apa yang pantas mendapatkan yang terbaik dari kita? Kenapa kita membuang tenaga kita untuk sesuatu yang mempunyai nilai kecil? (Kita tidak membicarakan materi teman) Nilai yang tidak mengizinkanmu bertumbuh.

Aku menginginkan pekerjaan yang bisa membuatku bertumbuh menjadi “besar”, kawan. Aku harap kamu tidak cemburu. Tapi tidak ada gunanya kamu cemburu, karena mulai saat ini KITA PUTUS!

______________
Itulah sedikit kisahku mengenai titik balik itu, teman. Aku saat ini sedang belajar untuk menjalani pekerjaan impian itu. Aku kembali belajar dan sepertinya akan terus belajar untuk memahaminya. Karena pekerjaan itu adalah hidupku, hidupku adalah pekerjaan itu.