Cukup membingungkan aku harus mulai darimana untuk menjelaskan siapa pemilik hati ini sekarang. Semua ini mungkin terkesan terlalu cepat atau memaksa. Tapi aku tegaskan, aku memilih dia untuk aku cintai dengan penuh penghormatan dan bangga bukan karena aku kesepian dan ingin bersegera mengisi gelas yang baru saja kosong. Bukan.
Begitu cepat aku mengosongkan gelas itu. Kenapa bisa? Inilah hebatnya keikhlasan. Ikhlas menerima dan ikhlas memberi. Ikhlas menerima kalau keadaan tidak selalu sama. Keadaan itu tidak selalu memihak kita. Ikhlas menerima dalam artian kita sadar bahwa hidup kita bukan hanya tentang kita. Kita hidup bukan hanya untuk selalu memenuhi setiap ego kita. Kita hidup dan hidup kita selalu ada kepentingan orang lain di dalamnya. Ikhlas menerima fakta ini memungkinkan kita untuk ikhlas memberi. Memberi kebahagiaan kepada orang yang lebih membutuhkan. Mampu memberi adalah juga bentuk lain dari kebahagiaan itu sendiri.
Aku memilih dia karena aku berharap dia juga memilihku sebagai pemilik hatinya. Yah, benar sekali. Aku tidak ingin pilihanku sia-sia nantinya jika orang yang aku 'akan cintai' tidak memberikan izin untuk aku cintai. Cinta itu membutuhkan balasan, itu sudah pasti dan sudah seharusnya. Karena jika hanya cinta satu pihak saja itu bukan cinta namanya. Hanya akan membuang-buang energi dan menguras emosi saja.
Membangun cinta memang tidak mudah. Semua itu pasti diawali dengan keraguan dan ketidakpastian. Keraguan akan perasaan yang baru tumbuh. Bingung menterjemahkan apakah itu cinta atau hanya sekedar kekaguman saja. Keraguan untuk memastikan apakah dia adalah orang yang tepat untuk kita cintai dan apakah kita pantas untuk mendapatkan cinta darinya. Dan ketidakpastian itu terlalu menyesakkan jika terlalu lama dipendam.
Tidak mudah membangun cinta. Waktu yang panjang juga bukan patokan untuk menuju proses itu. Saat ini aku belajar bahwa cinta itu terdiri dari 2 point penting yang harus ada yaitu konsekuen dan mau bertumbuh. Saat mulai memilih dan dia membukakan pintu hatinya, saat itu tanggungjawab untuk menjaga hati harus dilakukan. Berfokus satu hati. Yakin bahwa dia adalah orang yang selama ini ditunggu kehadirannya untuk menemani hari-hari kita. Yakin bahwa dia adalah orang yang kita cintai dengan rasa bangga.
Cinta dan memantaskan diri tidak pernah lepas satu sama lain. Ini sudah menjadi hukum alam. Pantas dan mampu menerima kepantasan. Memantaskan diri terlebih dahulu baru menerima kepantasan. Tapi ada pengecualian bagi orang yang terlanjur mencinta, seperti aku. Yaitu kesempatan untuk bertumbuh. Bersyukur sekali bisa mendapatkan kesempatan bertumbuh bersamanya. Memantaskan diri itu terasa lebih ringan dan natural.
Ah, satu point penting lagi yang hampir aku lupa yaitu, kenyamanan. Aku mendapatkan rasa nyaman saat berkomunikasi dengannya. Tidak dibuat-buat. Tidak juga memaksakan diri untuk menciptakan kenyamanan itu. Mengalir dan hadir begitu saja. Saat waktu mengizinkan aku dan dia untuk bertemu, tidak ada kecanggungan sama sekali. Seolah kami bagian dari satu dan lainnya. Dan seolah sudah mengenal satu sama lain jauh sebelum cinta itu hadir. Bagiku dia adalah jawaban dari doa. Baginya aku adalah jawaban dari doa. Mungkin itulah sebabnya aku dan dia merasa nyaman. Karena dia adalah doa yang terjawab.
==== R ====
7 Juli 2014 pukul 18.14
congrate, rin :)
9 Juli 2014 pukul 08.21
Terimakasih, Muse :)
11 Juli 2014 pukul 20.19
Kakak...
Kalau beliau jadi Bulan kakak jadi apa donk?
13 Juli 2014 pukul 11.26
Aku penikmatnya :)